eramuslim - Pagi ini aku
sudah tiba di kantor bahkan sebelum office boy tiba, sesaat setelah Pak Satpam
membukan pintu gerbang depan. Sejak semalam sudah kusiapkan berkas-berkas yang
dibutuhkan oleh tamu yang akan datang ke kantor pagi ini. Mereka adalah klien
baru yang semoga saja bisa mendatangkan keuntungan lumayan besar jika terdapat
kesepakatan diantara kami. Kupilih kemeja yang paling bagus dengan setelan
celana dan sepatu yang match, tidak lupa dasi, agar lebih terlihat
profesional. Semua proposal dari mereka sudah kupelajari sehingga ada keyakinan
aku bisa menguasai seluruh pembicaraan selama pertemuan nanti.
Begitulah
satu contoh persiapan yang mungkin pernah kita lakukan ketika hendak menerima
tamu. Banyak contoh lain yang bisa diketengahkan, misalkan, biasanya kita akan
segera merapihkan semua hal berantakan dan membenahi apapun yang nampak tak
sedap dipandang di sekitar ruang tamu saat seseorang hendak bertamu ke rumah.
Kesibukan akan lebih terlihat jika tamu yang datang tak terlebih dulu
mengkhabari kedatangannya. Bisa jadi, saat mereka tiba, kita belum mandi, masih
banyak sisa makanan dan sampah yang tercecer bekas malam tadi, termasuk lantai
yang kotor dan belum sempat dibersihkan. Tentu saja, sebagai tuan rumah, kita
akan malu jika kedapatan belum mempersiapkan apapun untuk menyambut tamu
tersebut.
Fenomena
lain bisa dilihat dari sisi yang berbeda. Soal makanan misalnya, seorang tuan
rumah akan menyediakan makanan, bisa membuat atau membeli, yang terasa spesial
buat tamu. Setidaknya, makanan yang biasanya tak pernah tersaji di rumah, jika
ada tamu yang akan datang, begitu cepat tersedia. Dan bahkan, tidak jarang tuan
rumah harus berhutang untuk sekedar memberikan pelayanan lebih atau biasa
disebut dengan ‘menghormati’ tamu. Adalah hal wajar seseorang menerima dengan
penuh sukacita dan kebaikan setiap tamu yang datang bersilaturahim ke rumahnya.
Namun
tentu tidak semua tamu bisa dilayani seperti itu. Kita tentu pernah mendengar
istilah ‘tamu tak diundang’. Mereka bisa jadi, tukang kredit, penagih hutang,
atau cuma seorang teman yang biasa meminjam uang. “Bapak tidak ada di rumah,”
atau “Bapak sedang istirahat” adalah basa-basi yang biasa terlontar lewat
pembantu atau anak kita kepada mereka yang mungkin masih berdiri di luar pagar.
Jika di kantor, sekretaris atau resepsionis akan berkata sopan, “Bapak sedang
keluar kantor”, bila yang datang adalah tamu atau klien yang tidak diharapkan.
Intinya, sikap dan pelayanan yang diberikan oleh seorang tuan rumah akan
tergantung siapa dan tujuan apa yang dibawa oleh tamunya. Ia bisa saja menerima
dengan tulus dan senang hati, menunda dan memintanya menunggu beberapa saat
agar kita bisa bersiap dan berbenah, atau menolak kedatangannya, bila perlu
dengan bantuan Satpam.
Tamu.
Siapapun dia, adalah mereka yang pasti berniat atau mempunyai kepentingan
tertentu dengan kita. Yang paling sederhana adalah sekedar bersilaturahim dan
menyambung-eratkan hubungan persaudaraan. Semestinya, sebagai tuan rumah yang
baik kita menyambutnya dengan hati yang senang, dan tak memperlihatkan
ketidaksukaan, menutupi ketidaksiapan dalam penerimaannya. Jika perlu, konflik
maupun pertengkaran yang tengah berlangsung antara anggota keluarga, antara
suami dengan istri, dihentikan agar tamu tak menjadi penonton peperangan.
Semestinya diupayakan agar mereka tak pernah tahu ada perselisihan, konflik,
atau ketidakakuran di keluarga kita. Itulah sekelumit hal yang biasa terjadi.
Kita berupaya tampil sebaik mungkin menyambut kedatangan tamu. Terlebih jika
yang datang adalah tamu yang dihormati, bisa pejabat, atasan di kantor, atau
siapapun yang posisinya lebih diatas kita.
Sejak
kecil, bahkan sejak baru terlahir, seorang manusia sudah terbiasa menerima
tamu. Bisa jadi, hampir setiap hari tamu tak henti-hentinya mengetuk pintu
rumah. Khabar yang dibawa tentu bermacam-macam, sekali lagi, bisa hal baik atau
hal buruk, sesuatu yang sudah biasa didengar, atau mungkin berita yang
mengejutkan dan tidak disangka-sangka. Jadi, adalah hal biasa kita mendengar
ketukan di pintu rumah untuk menerima kedatangan tamu.
Namun,
pernahkah kita sadar jika siang nanti, esok pagi atau mungkin sedetik setelah
membaca pesan ini, ada ketukan yang terdengar di depan, dan ketika kita tahu
bahwa yang datang dan berdiri di hadapan kita adalah ‘tamu terakhir’? tamu yang
sama yang pernah hadir di hadapan orang-orang yang telah mendahului kita. Tamu
yang datang dengan kabar baik atau buruk tergantung seberapa banyak persiapan
dan bekal yang terkumpul untuk hidup di hari kemudian. Tamu terakhir yang tak
mungkin kita memintanya untuk menunggu meskipun sedetik agar kita bisa bersiap
dan membenahi diri. Tamu terakhir yang mungkin tidak pernah diharapkan
kehadirannya, tetapi tak seorang pun bisa membantu kita untuk menolak
kehadirannya. Tentu saja, kita akan tersenyum menerima kehadirannya, jika saat
tamu terakhir itu datang, semua bekal yang diperlukan sudah dipersiapkan.
Bagaimana jika belum? Wallaahu ‘a’lam bishshowaab (Bayu Gaw)
thx
to Mr. Mirza about 'tamu terakhir'nya
0 komentar:
Posting Komentar